Beranda | Artikel
ILMU PERDUKUNAN DALAM TINJAUAN ISLAM
Sabtu, 7 September 2013

praktik-dukun1Para pembaca yang dirahmati Allah! semoga kita senantiasa diberi taufiq oleh Allah untuk mempelari dan mengamalkan  agama yang kita citai ini.

Selawat dan salam kita ucapkan untuk nabi yang paling mulia yaitu nabi kita Muhammad, termasuk untuk keluarga dan para sahabat beliau, serta orang-orang yang setia mengikuti ajaran beliau sampai akhir zaman.

Para pembaca yang budiman! Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang topik “Ilmu Perdukunan Dalam Tinjauan Islam”. Sisi-sisi yang akan kita bahas:

  • Hakikat dukun dan perdukunan.
  • Perdukunan dahulu dan sekarang.
  • Hukum pedukunan dalam Islam.
  • Cara menangkal perdukunan.

Hal yang melatar belakangi pembahasan ini antara lain adalah:

  1. Banyaknya kaum muslimin yang terjebak dengan perdukunan, baik yang sakit maupun yang sehat, simiskin maupun sikaya, yang sukses maupun yang gagal, orang berpangkat maupun orang biasa, pejabat maupun rakyat jelata.
  2. Tersebarnya perdukunan berkedok islami, yang menambah persoalan ini semakin runyam di tentagh-tengah masyarakat. Betapa banyak yang tertipu dengan secarik surban yang bertonggok di kepala sang dukun, kemudian ditambah tasbih yang melingkat dileher atau yang dalam genggaman tangan. sekedar bermodalkan surban dan tasbih sang dukun menjadi kepercayaan sebahagian masyarakat yang kurang ilmu dan iman.
  3. Sedikitnya kaum muslimin yang mengetahui tentang solusi bagaimana menangkal perdukununan, alih-alih mereka melawan perdukun dengan perdukunan pula. Maka dalam bahasan ini kita mencoba memberikan solusi syar’i dalam menangkal perdukunan tersebut.
  • Hakikat dukun dan perdukunan

Ada beberapa istilah yang memiliki konotasi dengan perdukunan, kadang-kala istilah tersebut dipakai untuk makna yang sama, namun sering kali dipakai dalam makna berbeda.

Istilah tersebut ialah: Kaahin (dukun), ‘Arraaf (peramal), Rammal (tukang tenung), Munajjim (ahli nujum), Saahir (ahli sihir) dan hipnotis. Pemakaian istilah tersebut dalam makna yang sama disebabkan oleh kesamannya dalam beberapa hal; Pertama: dari sisi pengakuan mengetahui hal-hal yang ghaib. Kedua: dalam sisi penerimaan info tentang hal yang ghaib tersebut dengan mempergunakan bantuan setan atau Jin. Adapun pengunaannya untuk makna yang berbeda lebih ditentukan oleh asal kalimat tersebut secara etimologi, serta proses dan cara yang digunakan oleh sipelaku dalam pratek perdukanannya, ada dengan cara mantra-mantra, atau dengan cara memakai alat bantu seperti huruf-huruf Abjadiyah, melihat garis-garis yang ada pada telapak tangan, atau peredaran bintang, atau menulis dengan tongkat di pasir, dsb.

Ada dua kalimat yang sangat dekat maknanya dari istilah-istilah yang sebutkan diatas, yaitu: Kaahin (dukun) dan ‘Arraaaf (peramal).

Pada berikut ini kita kemukakan beberapa penjelasan ulama tentang makna dua kalaimat tersebut:

Makna Kaahin

Syeikh Sholeh Fauzan menjelaskan[1]: “Kaahin (dukun) adalah Orang yang mengaku mengetahui tentang hal-hal haib pada masa yang akan datang dengan cara melalui setan (Jin). Dimana setan (Jin) tersebut memberitakan  sesuatu yang tidak diketahui oleh manusia. Karena setan bisa dapat mengetahui sesuatu yang susah untuk diketahui manusia. Maka ia memberitahu manusia dengan imbalan bahwa manusia itu mau tunduk kepadanya. Sehingga mereka melakukan hal-hal kesyirikan dan kekufuran kepada Allah. Maka mereka berusaha mendekatkan dirinya kepada setan (Jin) tersebut. Apabila manusia sudah mau tunduk kepada setan (Jin) tersebut sesuai permintaan mereka, maka setan akan membantu mereka untuk mengetahui hal-hal yang ghaib.

Kemudian Syeikh Sholeh Fauzan menyebutkan pendapat lain tentang arti dari Kaahin (dukun) adalah Orang yang mengaku mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati. Pada hal tidak ada yang mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang kecuali Allah, akan tetapi setan bisa mengetahui perkataan hati seseorang melalui bisikan-bisikan yan dilakukan setan kepadanya. Karena setan berjalan dalam diri manusia seperti mengalirnya darah dalam tubuh manusia. Maka setan dapat mengetahui tentang seseorang hal yang tidak bisa diketahui oleh orang lain[2].

Makna ‘Arraf

Adapun arti ‘Arraaf (peramal) menurut imam Baghawy adalah: orang yang mengaku mengetahui peristiwa dengan cara-cara tertentu untuk mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang yang hilang dan semisalnya[3].

Menurut Syeikh Islam Ibnu Taimiyah: ‘Arraaf (peramal) adalah nama untuk dukun, ahli nujum dan Rammal (tukang tenung) [4].

Syeikh Sholeh Fuzan menjelaskan perkara orang yang mengaku mengetahui peristiwa dengan cara-cara tertentu untuk mengetahui barang yang dicuri, tempat barang hilang dan semisalnya melalui setan (jin). Setan memang memungkinkan utuk melakukan hal tersebut. Pada zohirnya sang peramal akan terlihat melakukan sesuatu yang biasa menurut banyak orang, akan tetapi itu hanya sebagai kedok belaka, pada hakikatnya ia bekerjasama dengan setan. Kalau tidak! darimana ia dapat megetahui tentang dimana tempat benda yang dicuri atau benda yang hilang? Kalau bukan dengan cara bekerjasama dengan setan (Jin).

Brikutnya Syeikh Sholeh Fauzan menyebutkan pendapat lain tentang arti dari ‘Arrraf (peramal), bahwa artinya sama dengan Kaahin (dukun). Karena keduanya sama-sama mengaku mengetahui perkara-perkara yang ghaib melalui perantara setan (Jin), masing-masin keduanya sama-sama anak buah setan, walaupun berbeda dari segi nama namun artinya dan profesinya sama, yaitu sama-sama mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib[5].

Kesimpulan

Syeikh Sholeh Aal Syeikh berusaha menyimpulkan pandangan ulama tentang makna Kaahin dan ‘Arraf sebagaimana berikut:

Pendapat pertama: Kaahin adalah orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib yang akan datang secara berkerjasama dengan setan. Dan ‘Arraf adalah orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia juga berkerjasama dengan setan.

Pendapat kedua: Kaaahin lebih bersifat umum, sedangakan ‘Araaf lebih bersifat khusu. Kaahin termasuk kedalamnya setiap orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib yang akan datang maupun yang telah berlalu yang tidak diketahui oleh manusia. Termasuk kedalamnya ahli nujum dan semacamnya. Seperti tukang tenung, mengundi nasib melalui huruf abjadiya, melalui biji-biji tasbih, melalui mengukir dipasir dan sebagainya bahkan sebahagian ulam konteporer memasukkan kedalamnya ilmu hipnotis[6].

Cara Jin dalam mendapatkan berita ghaib dan  kerjasamanya dengan dukun

Terjalinan kerja sama antara jin dan dukun tentu memiliki kensekwensi dan komitmen yang mesti dipenuhi oleh kedua belah pihak. Diantar bentuk komitmen dan kensekwensi tersebut, dimana sang dukun harus menuruti persyaratan yang diminta oleh jin. Kemudian setelah hal itu dilakukan sang dukun barulah jin membantu sang dukum dalam pratek profesinya sebagai dukun. Biasanya persyaratan itu tidak rumit cukup melakukan salah satu bentuk kesyirikan atau kekufuran. Meskipun sang dukun tetap melakukan amalan ibadah yang zohir seperti sholat, puasa dan lain sebagainya. Dan kadang kala yang jadi persyaratan itu melakukan ibadah yang menyelisihi sunnah Rasululah Sallallahu Alaihi Wa Sallam . Sehingga dengan demikian sang dukun tanpa ia sadari terjebak kedalam sebuah dosa yang selalu dilakukannya dalam hidupnya, dimana ia tidak menyadari itu sebagai sebuah dosa dan kesalahan. Yang lebih populer dalam istilah ulama amalan-amalan bid’ah.

Ketika telah terjalin kerjasama yang erat setelah itu jin akan berupaya membantu sang dukun dalam mengetahui berita-berita ghaib. Lalu bagaimana cara jin mendapatkan berita-berita ghaib tersebut? Jawabannya ada pada hadits berikut ini:

عن أبي هريرة رضي الله عنه إن نبي الله صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا قضى الله الأمر في السماء ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله كأنه سلسلة على صفوان فإذا فزع عن قلوبهم قالوا ماذا قال ربكم ؟ قالوا للذي قال الحق وهو العلي الكبير فيسمعها مسترق السمع ومسترق السمع هكذا بعضه فوق بعض – ووصف سفيان بكفه فحرفها وبدد بين أصابعه – فيسمع الكلمة فيلقيها إلى من تحته ثم يلقيها الآخر إلى من تحته حتى يلقيها على لسان الساحر أو الكاهن فربما أدرك الشهاب قبل أن يلقيها وربما ألقاها قبل أن يدركه فيكذب معها مائة كذبة فيقال أليس قد قال لنا يوم كذا وكذا كذا وكذا فيصدق بتلك الكلمة التي سمع من السماء)). رواه البخاري

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu , bahwa Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda: “Apabila memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikan menundukkan sayap-sayap mereka dengan penuh takut. Bagaikan suara rantai yang ditarik di atas batu putih. Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka, mereka bertanya: apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian? Jibril menjawab: tentang kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar. Lalu para pencuri berita langit (setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit tersebut seperti ini, sebahagian mereka di atas sebahagian yang lain. -Sufyan (rawi hadits) mencontohkan dengan jari-jarinya- Maka yang paling di atas mendengar sebuah kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya, kemudian selanjutnya ia membisikan lagi kepada yang di bawahnya dan begitu seterusnya sampai ia membisikanya kepada tukan sihir atau dukun. Kadang-kadang ia disambar oleh bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya sebelum ia disambar oleh bintang berapi. Maka setan mencapur berita tersebut dengan seratus kebohongan. Maka dikatakan orang: bukan ia telah berkata kepada kita pada hari ini dan ini…maka ia dipercaya karena satu kalimat yang pernah ia dengan langit tersebut”[7].

Dalam hadits di atas ada berapa poin yang dapat kita jelaskan:

Pertama: dalam hadits tersebut diterangkan bagaimana proses jin dalam mencari berita-berita ghaib. Yaitu dengan bertengger satu di atas yang lainnya seperti pertunjukkan orang manjat pinang atau seperti seni bina raga yang dilakukan di sekolah-sekolah. Yaitu dengan cara lima orang dibawah lalu pada tingkat kedua naik empat orang kemudian pada tingkat berikut tiga orang dan begitu seterusnya.

Kedua: berita ghaib yang mereka dapatkan itu berasal dari perkataan Allah kepada para malaikat untuk melakukan tugas tertentu, lalu para malaikat saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Maka melalui percakapan malaikat tersebut mereka mencuri dengar dan menyampaikannya kepada mitranya dari kalangan dukun.

Ketiga: bahwa tidak senantiasa mereka dapat mencuri berita langit tersebut karena Allah menjadikan sebahagian bintang untuk melempar mereka yang berusaha mencuri dengar berita langit tersebut.

Keempat: jika mereka selamat dari lemparan bintang yang berapi, baru mereka berhasil mencuri satu kalimat dari berita langit, artinya mereka tidak mengetahui secara detail atau seutuhnya tentang berita langit tersebut. Lalu berita tersebut mereka campur dengan seratus kedustaan.

Kelima: bahwa sebab adanya manusia yang mempercayai dukun adalah gara-gara tidak melihat kebohongannya dan hanya mengingat satu kalimat yang terdapat seratus kebohongan. Lalu kalimat yang satu tersebut diekspos kemana-mana, namun tidak mengekspos kebohongannya yang begitu banyak.

Dalam hadits yang lain Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam menjelaskan:

عن عائشة رضي الله عنها قالت: سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم ناس عن الكهان فقال ((ليس بشيء)) . فقالوا يا رسول الله إنهم يحدثوننا أحيانا بشيء فيكون حقا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((تلك الكلمة من الحق يخطفها الجني فيقرها في أذن وليه فيخلطون معها مائة كذبة)). رواه البخاري

Diriwayatkan oleh Aisyah dimana para sahabat bertanya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam tentang dukun. Jawab beliau: tidak perlu percaya. Lalu sahabat bertanya lagi: wahai Rasulullah sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kita sesuatu yang benar terbukti? Jawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam: itu adalah sebuah kalimat yang benar yang dicuri oleh jin, lalu ia bisikkan ketelinga pembantunya (dukun) kemudian ia campur dengan seratus kebohongan”[8].

Dalam lafaz yang lain berbunyi:

عن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم: أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول (( إن الملائكة تنزل في العنان وهو السحاب فتذكر الأمر قضي في السماء فتسترق الشياطين السمع فتسمعه فتوحيه إلى الكهان فيكذبون معها مائة كذبة من عند أنفسهم)). رواه البخاري

Dari Aisyah, bahwa ia mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya malaikat turun ke awan, mereka menceritakan tentang urusan yang telah diputuskan Allah di langit. Lalu setan-setan mencuri dengar lalu mereka mendengar urusan tersebut, setelah itu mereka sampaikan kepada para dukun. Mereka mencapurinya dengan seratus kebohongan dari diri mereka sendiri”[9].

Dalam hadits ini juga terdapat penjelasan bahwa apa yang dikatakan sang dukun bisa saja terbukti, namun bila dibanding dengan kebohongannya sugguh lebih banyak, yaitu satu berbanding seratus.

Kebenaran yang pernah terbukti dalam perkataan dukun, tidak bisa dijadikan alasan untuk menerima dan mempercayai semua berita yang dikatakannya. Karena kalau semua perkataannya bohong pasti tidak ada yan percaya dukun, beginilah cara setan dalam melakukan tipu-dayanya untuk menyesatkan manusia. Yaitu dengan menyamarkan antara yang hak dengan yang batil, antara yang benar dengan yang salah.

  • Perdukunan dahulu dan sekarang

Di sini akan membahsa sekilas tentang sisi-sisi kesamaan dan perbedaan antara dukun di zaman dulu dan di zaman modren.

Perdukunan zaman dulu

Di zaman dulu para dukun lebih banyak beroperasi di daerah perdalaman yang minim ilmu pengetahuan serta kurangnya pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Umumnya masyarakat yang mendatangi dukun adalah golongan yang tidak berilmu dan tinggal jauh dari pusat pelayanan kesehatan medis atau kurannya biaya untuk berobat kepusat kesehatan. Tujuan mendatangi dukun terbatas pada urusan tertentu saja seperti berobat atau minta ilmu tangkal dan pelet. Dukun di zaman dulu amat mudah dikenal oleh masyarakat melalui penampilannya secara fisik atau zohir. Para dukun zaman dulu tidak telalu antusias untuk mendapatkan harta dari para pasiennya, pemberian atau imbalan yang mereka terima sangatlah sederhana sekali, kadangkala hanya menerima sebatang rokok atau uang alah kadarnya tanpa ada tarif tertentu. Dukun zaman dulu tidak  menjadikan profesi perdukunan sebagai sumber mata pencarian atau penghasilan pokok untuk biaya kehidupan mereka sehari-hari. Disamping mereka sangat memperhatikan norma-norma adat dan nilai-nilai kesusilaan dalam pratek perdukunanya, dan tidak menyamar dalam prateknya sebagai seorang yang sholeh.

Perdukunan zaman sekarang

Dukun zaman moderen melakukan preteknya di kota-kota besar, bahkan membuka pusat perdukunannya dengan izin resmi. Ilmu perdukunan mereka ilmu pengetahuan moderen. Para pasienya orang-orang yang berpendidikan dan memiliki kemampuan ekonomi yang menengah keatas. Tujuan untuk mendatangi dukun tidak terbatas pada urusan klasik seperti urusan untuk berobat. Aka tetapi lebih meluas kedalam masalah profesi dan pekerjaan yang sedang mereka geluti. Ada yang mendatangi dukun untuk mendongkrak kepupleran, untuk menjadi lebih cantik, agar menang dalam pilkada, agar bisa bertahan dalam posisi jabatan yang sedang dipegang, atau naik ketingkat yang lebih tinggi dsb. Dukun zaman moderen amat sulit untuk dikenal sebagai dukun secara fisik atau zohir, karena bernampilan rapi dan mungkin menaiki kendaraan mewah serta berteman dengan orang-orang yang terpandang. Para dukun moderen dalam prateknya mereka menetapkan tarif tertentu, mungkin bisa mencapai jutaan rupiah. Perdukunan di zaman moderen menjadi sebuah profesi resmi sebagai sumber mata pencarian atau penghasilan pokok untuk biaya kehidupan mereka sehari-hari. Para dukun zaman moderen lebih gila dan lebih bejat, tidak lagi memperhatikan norma-norma adat dan nilai-nilai kesusilaan dalam pratek perdukunanya. Mereka kadangkala mecabuli para pesienya, bahkan mungkin meminta untuk mensetubuhi isteri pasiennya sampai menikahi gadis-gadis tanpa batas. Disamping itu mereka menyamar dalam prateknya sebagai seorang yang sholeh, mungkin mengaku sebagai seorang wali, habib atau mengaku keturunan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam .

  • Hukum perdukunan dalam Islam

Pada berikut ini kita sebutkan dalil-dalil yang menjelaskan tentang hukum perdukunan dalam Islam. Perdukunan bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan manusia, ia sudah ada jauh sebelum nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam  di utus oleh Allah. Sebagaimana Allah menyanggah tuduhan orang-orang kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam :

فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ [الطور/29]

“Maka tetaplah memberi peringatan, dengan sebab nimat Tuhan-mu engkau bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila”.

Dalam ayat ini Allah membantah tuduhan bohong kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bahwa ia seorang dukun (tukang tenung) atau orang gila. Karena Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  mengabarkan kepada mereka tentang hal-hal yang akan datang pada hari kiamat melalui perantaraan wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya. Mereka ingin menyamakan antara seorang nabi dengan seorang dukun yang suka meramal kejadian-kejadian yang akan datang, sebagai alasan untuk menolak ajaran Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam .

Dari ayat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa orang yang memberitakan kabar yang akan datang itu ada tiga jenis:

Pertama: Seorang Nabi yang mendapat wahyu dari Allah, sebagaimana Allah berfirman:

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ [آل عمران/44]

“Demikianlah dari berita-berita ghaib yang Kami (Allah) wahyukan kepadamu”.

Kedua: Dukun, sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas tentang hakikatnya.

Ketiga: Orang gila yang berbicara diluar kesadaran.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  telah menperingatkan umatnya untuk tidak mendatangi dan mempercayai dukun ataupun membuka pratek perdukunan. Berikut ini kita sebutkan bebarapa hadits yang berkenaan dengan hal tersebut:

  1. Larangan tentang mendatangi dukun

Hal ini di tegaskan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  dalam sabdanya:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِىِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُمُورًا كُنَّا نَصْنَعُهَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ كُنَّا نَأْتِى الْكُهَّانَ. قَالَ «فَلاَ تَأْتُوا الْكُهَّانَ». رواه مسلم

Dari Mu’awiyah bin Hakam Radhiallahu ‘anhu  ia berkata kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam : ada beberapa hal yang biasa kami lakukan di masa jahiliyah, kami terbiasa datang kedukun? Jawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam : “Jangan kalian datang kedukun”[10].

  1.  Larangan bertanya kepada dukun

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda:

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ « مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ». رواه مسلم

Diriwayatkan lagi oleh sebahagian isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam  dari Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam : “Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung untuk bertanya tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama empat puluh malam”[11].

Dalam hadits ini dijelaskan tentang besarnya dosa mendatangi dukun untuk sekedar bertanya tentang sesuatu, menyebabkan pahala amalan sholatnya selama empat puluh malam/ hari hilang. Ini menunjukkan betapa besarnya dosa mendatangi dukun.

  1. Larangah mempercayi dukun

Dalam sebuah hadits dijelaskan:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنَّ النبي صلى الله عليه وسلم قال «من أتى كاهنا فصدقه فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم» رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu , bahwa Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu mempercayainya, sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam “[12].

Dalam hadits diatas Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  membedakan antara hukum mendatangi dukun dengan hukum mempercayainya. Hukum mendatangi dukun berisiko tidak diterima sholat pelakunya selama empat puluh hari. Adapun hukum mempercayai perkataan dukun tentang hal yang ghaib adalah berisiko membuat seseorang tersebut telah terjatuh kepada perbuatan kufur. Meskipun ulama berbeda pendapat tentang maksud kata kufur tersebut. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur Akbar (besar). Namun sebahagian mereka berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur Asghar (kecil). Dan sebahagian lagi lebih memilih tidak merinci kepada Akbar maupun Asghar, karena koteknya berbicara tentang ancaman[13].

Sebahagian ulama mengomentari tentang ancaman yang tedapat dalam hadits di atas[14]: Jika demikian ancaman bagi orang yang mendatangi dan mempercayai dukun, bagaimana dengan sidukun itu sendiri? Tentu ancaman dan azabnya akan lebih berat lagi.

  1. Larangan meminta perdukunan dan membuka pratek pedukunan

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda:

((ليس منَّا من تَكَهَّنَ أو تُكُهِّنَ له)) رواه الطبراني وصححه الألباني في “السلسلة الصحيحة”: رقم الحديث (2195).

“Bukanlah termasuk golongan kami orang yang mencari perdukunan atau melakukan perdukunan”[15].

Sangat jelas dalam hadits ini Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  mencela orang yang meminta bantuan dukun atau memberi bantuan perdukunan.

  1. Hukum harta hasil perdukunan

Berikut ini kita sebutkan hadits Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  yang menjelaskan tentang hukum harta yang diperoleh melalui pratek perdukunan:

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ ». متفق عليه

Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  melarang (memakan) hasil jual anjing, upah pelacur dan upah dukun”[16].

Berkata Imam Nawawy[17]: “Ketahuilah bahwa perdukunan, mentangi dukun, mempelajari perdukunan, ilmu nujum, meramal dengan pasir, gandum dan batu kerikil, termasuk mengajarkan semua hal ini adalah haram dan mengambil upah diatasnya juga haram berdasarkan dalil yang shohih”.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa Abu Bakar ash Shidiq Radhiallahu ‘anhu  pernah diberi makanan oleh hamba sahayanya. Setelah makanan itu ditelan Abu Bakar Ash Shidiiq Radhiallahu ‘anhu , hamba shaya tersebut bertanya kepadanya: Tahukah kamu dari mana makanan ini? Jawab Abu Bakar: Tidak! Jawab hamba sahaya: Aku pernah berpura-pura jadi dukun dulu semasa jahiliyah, lalu ini upahnya. Maka Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu  memasukkan ana jarinya kerokongannya hingga ia memuntahkan apa yang ada dalam perutnya[18].

Sisi-sisi kemungkaran yang dilakukan oleh para dukun secara ringkas ada tiga jenis:

  1. Mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, hal ini adalah syirik dalam tauhid rububiyyah, karena mengaku dapat mengetahui hal-hal yang ghaib. Pada hal ini adalah kekhususan bagi Allah semata, sebagaimana Allah sebutkan dalam ayat berikut:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ [النمل/65]

“Katakanlah: “Tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui yang ghaip kecuali Allah”

  1. Bermitra dengan Jin/setan, yang mana kerjasama tersebut berkosekwesi memberikan sebahagian keta’atan kepada Jin/ setan. Hal ini adalah syirik dalam tauhid uluhiyyah.
  2. Telah berbuat kebohongan di tengah-tengah masyarakat dan memakan harta mereka dengan cara batil/ haram.
  • Bagaimana menangkal perdukunan

Tidak diragukan lagi bahwa cara yang paling ampuh untuk menangkal perdukunan adalah dengan banyak berzikir kepada Allah. Terutama do’a dan zikir yang diajarkan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  untuk kita baca pada pagi dan sore hari. Demikian pula zikir dan do’a yang berhubungan dengan berbagai aktifitas kita sehari-hari. Berikut ini kita sebutkan bebrapa dalil yang menerangkan tentang keutamaan beberapa zikir yang dapat menangkal perdukunan atau gangguan setan.

  1. Membaca ayat Kursy pada pagi dan sore, setiap selesai sholat fardhu dan saat akan tidur.

Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  dalam beberapa hadits, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu  tentang kisah ketika Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu  ditugaskan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  untuk menjaga zakat fitrah, diakhir kisah tersebut setan membongkar rahasia yang dapat menyamatkan orang muslim dari gangguannya, yaitu membaca ayat Kursy saat akan tidur. Lalu Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu  memeberitahu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  tentang hal tersebut. Sebagaimana pada berikut ini:

فقال إذا أويت إلى فراشك فاقرأ آية الكرسي لن يزال عليك من الله حافظ ولا يقربك شيطان حتى تصبح فقال النبي صلى الله عليه وسلم ((صدقك وهو كذوب ذاك شيطان)). رواه البخاري

“Setan berkata: “Bila kamu mau berbaring di tempat tidurmu, maka bacalah ayat Kursy, niscaya engkau senantiasa akan dijaga oleh Allah dan engkau tidak akan didekati oleh setan sampai pagi hari! Jawab Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam : Ia telah jujur padamu (tentang hal tersebut) dan ia (pada hakikatnya) adalah pembohong yang ulung, ia itu setan”[19].

  1. Membaca   بسم الله   ketika membuka pakaian dan ketika mau masuk Wc.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  mengajarkan kepada kita, apabila kita membuka pakaian saat akan mandi atau untuk berganti pakaian atau dan sebagainya, hendaknya kita membaca:  بسم الله

Barang siapa yang membaca بسم الله saat membuka pakaiannya sesungguhnya setan tidak akan bisa melihat auratnya.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersbada:

 ((ستر ما بين أعين الجن وعورات بني آدم إذا دخل أحدهم الخلاء أن يقول بسم الله)) رواه الترمذي وصححه الألباني

“Penghalang antara pandangan Jin dan aurat bani Adam adalah apabila ssalah seorang kalian akan masuk Wc ia membaca: بسم الله[20].

  1. Membaca do’a ketika masuk Wc.

Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu  berkata: Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  apa bila akan memasuki Wc beliau membaca:

« اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ »

“Ya Allah lindungilah aku dari gangguan Jin laki dan Jin wanita”[21].

Tidakkah selayaknya kita mnecontoh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam , meskipun beliau adalah hamba yang maksum dan terjaga dari sisi Allah, akan tetapi beliau tetap memohon lindungan Allah dari gangguan setan/ Jin.

  1. Membaca do’a saat akan berhubungan suami isteri.

Begitu sempurnanya agama Islam sampai adab berhubungan suami-isteri mendapat perhatian dan tuntunan pula. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  mengajarkan keoada umatnya ketika mereka akan menggauli isterinya hendaklah ia membaca:

«بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا». متفق عليه

“Dengan namaAllah, Ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan dari rizki yang engkau berikan kepada kami. Jika ditakdir antara keduanya mendapat anak saat itu, niscaya ia tidak akan diganggu setan selamanya”[22].

  1. Menghiasi rumah dengan sering membaca surat Al baqarah di dalamnya.

Banyak rumah kita bangunannya menteren tapi tidak merasa nyaman dan tentran di dalmnya, bahkan kadang kala terdapat hal-hal yang menakutkan bagi penghuninya. Mengapa tidak, karena kebanyakan rumah kita dihiasi deng hiasan yang merangsang untuk kedatangan makhluk halus, seperti foto dan patung. Dan yang lebih fatal lagi para penghuni jarang shalat-shalat sunnah dan membaca Al-Quran di dalamnya.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  قَالَ «لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ». رواه مسلم

Dari Abu hurarah Radhiallahu ‘anhu  bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda: “Jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat Al-Baqarah”[23].

  1. Membaca do’a ketika masuk rumah.

Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersbada:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّه رضي الله عنهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم  يَقُولُ « إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ لاَ مَبِيتَ لَكُمْ وَلاَ عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ». رواه مسلم

Dari Jbair bin Abdillah, ia mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda: “Apbila seseorang memasuki rumahnya menyebut nama Allah ketika saat masuknya dan ketika saat akan menyantap hidangannya. Setan berkata: Tidaka ada jatah tempat tinggal untuk kalian dan tidak pula jatah makan. Apabila ia masuk tanpa menyebut nama Allah saat ketika masuk, setan berkata: kalian dapat jatah tempat tinggal. Dan apabila ia tidak menyebut nama Allah lagi ketika saat menyantap hidangannya, setan berkata: kalian dapat jatah tempat tinggak dan jatah makan”[24].

  1. Membaca do’a ketika singgah di sebuah tempat atau memasuki daerah baru.

Diriwayatkan dari Khaulah binti Hukim, ia berkata: aku mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam  bersabda : “Barangsiapa yang singgah di sebuah tempat, kemudian ia membaca:

«أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. لَمْ يَضُرُّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ ». رواه مسلم

“Aku memohon lindungan Allah dari kejahatan makhluk yang telah diciptakan-Nya”, maka tidak satupun yang akan membahayakannya sampai ia meninggalkan tempat tersebut”[25].

Dan masih banyak lagi do’a dan zikir-zikir yang dapat menghindarkan kita dari gangguan setan/ jin. Do’a dan zikir-zikir tersebut sudah banyak para ulama yang mengumpulkannya dalam satu kitab kumpulan do’a dan zikir, silakan cari di toko-toko buku. Tapi perlu hati-hati dalam memilih buku-buku do’a yang beredar dipasaran, sebab tidak sedikit pula buku-buku do’a yang dijual penuh dengan hadits-hadits palsu dan dhoif. Dianatara buku do’a yang ringkas, disusun dengan sistematis serta sesuai dengan sunnah dan harganya sangat terjangkau yaitu buku do’a “Hisnul Muslim” karang syeikh Sa’id bin Ali Al Qohthiny. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dicetak oleh banyak percetakan. Penulis sangat mengajurkan para pembaca untuk memilki dan menghafalnya.

***  والحمد لله رب العالمين  ***

 


[1] Lihat “I’aanatul mustafid”/Fauzan, hal: (2/171).

[2]  Ibid.

[3]  Lihat “Syarah As Sunnah”: 12/182.

[4]  Lihat “Al Fatawa Al Kubraa”: 1/63.

[5]  Ibid.

[6]  Lihat “Syarah Thohaawiyah”: 703.

[7]  HR. Bukhari: 4/1804 (4522).

[8]  HR. Bukhari: 5/2173 (5429).

[9]  HR. Bukhari: 3/1175 (3038).

[10]  HR. Muslim: 7/35 (5949).

[11]  HR. Muslim: 7/37 (5957).

[12]  HR. Abu daud, no (3004), Tirmizy, no: (135), Ibnu Maajah, no (639).

[13]  Lihat “Syarah Tohawiyah/ Sholeh Aal Syeikh: 704.

[14]  Ibid.

[15]  H.R. Thobrany, “Al Mu’jam Al Kabiir: 18/162 (355), “Al Mu’jam Al Awsat”: 4/302 (4262).

[16]  HR. Bukhary: 5/2172 (5428), Muslim: 5/35 (4092).

[17]  Lihat “Raudhah Ath Thoolibiin”: 9/346.

[18]  Lihat “Shahih Bukhary: 3/1395 (3629).

[19]  Lihat “Shahih Bukhary: 3/1194 (3101).

[20]  Lihat “Sunan Tirmizy: 2/503 (606).

[21]  HR. Bukhary: 1/66 (142), Muslim: 1/195 (857).

[22]  HR. Bukhary: 5/2347 (6025), Muslim: 4/155 (3606).

[23]  HR. Muslim: 2/188 (1860).

[24]  HR. Muslim: 6/108 (5381).

[25]  HR. Muslim: 8/76 (7053).


Artikel asli: https://dzikra.com/ilmu-perdukunan-dalam-tinjauan-islam/